Jakarta Utara, Gozee.net — Panitia Perayaan 100 Tahun Keroncong Tugu menggelar konferensi pers pada Selasa, 2 Desember 2025, di Kampung Tugu, Jakarta Utara. Acara ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Guido Quiko, Pimpinan Keroncong Tugu Cafrinho, dan Tri Handojo (Tutur Denes) sebagai sutradara drama musikal kolosal yang akan menjadi bagian utama dari rangkaian perayaan.
Dalam kesempatan tersebut, Guido Quiko memastikan bahwa persiapan acara yang telah dilakukan sejak awal September kini hampir rampung. Menurutnya, seluruh proses kini hanya menunggu penyelesaian akhir menjelang pementasan puncak yang akan digelar pada 11 Desember 2025. Ia juga menegaskan bahwa pelaksanaan kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah, khususnya Wakil Presiden Republik Indonesia.
Guido menjelaskan bahwa perayaan 100 tahun ini akan menampilkan dua kegiatan utama. Pertama, sebuah drama musikal kolosal yang mengisahkan perjalanan sejarah komunitas Tugu sejak kedatangan keturunan Portugis dari Malaka ke Batavia. Drama tersebut akan menggambarkan proses panjang terbentuknya masyarakat Tugu serta perkembangan Keroncong Tugu sejak tahun 1925 hingga bertahan selama satu abad.
Menurut Guido, momen 100 tahun ini menjadi sangat penting karena menunjukkan kemampuan masyarakat Tugu menjaga warisan musik leluhur secara turun-temurun. “Selama 100 tahun kami mempertahankan budaya Keroncong Tugu sebagai kearifan lokal. Hingga hari ini, musik ini tetap berdiri dan terus dibina,” ujarnya.
Ia menambahkan, drama musikal tersebut juga akan memberikan edukasi kepada publik mengenai sejarah, karakter, serta perjalanan panjang musik Keroncong Tugu. Setelah pementasan drama, acara akan dilanjutkan dengan pertunjukan Keroncong Tugu di salah satu gedung di Taman Ismail Marzuki (TIM) yang berkapasitas sekitar 400 orang.
Sementara itu, Tri Handojo sebagai sutradara menjelaskan bahwa drama musikal kolosal ini melibatkan sekitar 150 orang, terdiri dari pemain musik, penari, serta aktor dan aktris. Pertunjukan berdurasi satu jam tersebut akan diikuti oleh penampilan langsung Keroncong Tugu sebagai penutup.
Tri menjelaskan bahwa cerita yang diangkat dalam drama musikal berfokus pada perjalanan orang-orang keturunan Portugis yang menjadi tawanan VOC dan kemudian ditempatkan di kawasan rawa yang sekarang dikenal sebagai Kampung Tugu. Penggambaran tersebut mencerminkan kondisi keras yang harus mereka hadapi ratusan tahun lalu, jauh sebelum kawasan tersebut berkembang seperti sekarang.
Ia memaparkan bahwa komunitas Tugu merupakan hasil akulturasi berbagai etnis, termasuk Portugis, Melayu, Ambon, Tionghoa, Jawa, dan Sunda. Akulturasi budaya tersebut akhirnya melahirkan identitas baru serta musik Keroncong Tugu, yang disebut sebagai salah satu bentuk musik modern paling awal di Nusantara.
Menurut Tri, drama musikal ini tidak hanya menggambarkan sejarah, tetapi juga memperlihatkan perubahan drastis yang dialami komunitas Tugu dari masa kejayaan Portugis di Malaka hingga menjadi komunitas buangan yang harus membangun kehidupan baru di Batavia. “Kami ingin menggambarkan perjalanan batin dan sejarah panjang yang melahirkan musik Keroncong Tugu,” ujarnya.
Pementasan ini, lanjutnya, juga bertujuan memperkenalkan kembali nilai-nilai budaya dan identitas masyarakat Tugu yang selama ini belum banyak diketahui publik. Sejarah panjang inilah yang kemudian melahirkan musik khas Keroncong Tugu yang masih bertahan hingga kini.
Dengan persiapan yang sudah mendekati tahap akhir, panitia optimistis bahwa perayaan 100 Tahun Keroncong Tugu akan menjadi momentum besar bagi pelestarian budaya Kampung Tugu serta memperkuat pengetahuan publik tentang sejarah panjang komunitas keturunan Portugis di Indonesia.
0 Komentar