Jakarta, Gozee.Net — Harga buah kelapa di Indonesia belakangan ini melonjak tajam, seiring dengan meningkatnya volume ekspor kelapa ke berbagai negara. Ironisnya, di tengah kabar baik mengenai peningkatan ekspor tersebut, para petani kelapa di dalam negeri masih hidup dalam kesulitan ekonomi.
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, sebelum terjadinya lonjakan harga kelapa, telah menyampaikan pandangannya bahwa seharusnya kelapa Indonesia tidak perlu diekspor dalam bentuk mentah. Menurut Presiden Prabowo, sebaiknya investor asing diarahkan untuk membuka pabrik pengolahan kelapa di dalam negeri. Setelah diproses menjadi produk bernilai tambah dan berkualitas tinggi, barulah produk tersebut diekspor. Langkah ini diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional, serta menarik minat generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian kelapa.
Anto Suroto, SH, SE, MM, Dewan Pembina Media Independen Online Indonesia (Mio-Indonesia), yang juga Ketua Umum Aliansi Perdagangan dan Industri Kreatif Indonesia (Apiki), turut menyoroti fenomena ini. Menurutnya, persoalan utama bukan hanya soal ekspor kelapa, melainkan pada produktivitas dan kualitas hasil pertanian kelapa itu sendiri. Ia menekankan pentingnya meningkatkan pendapatan petani agar taraf hidup mereka membaik, ekonomi desa tumbuh, dan petani kelapa "naik kelas".
"Pertanian di Indonesia mayoritas masih dilakukan secara konvensional. Ini menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi. Tanpa perubahan teknologi dan sistem pengelolaan modern, kita akan terus tertinggal dari negara lain," ujar Anto.
Dalam situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian, Anto mengajak para petani kelapa untuk melakukan transformasi. Salah satunya dengan belajar dari negara lain dalam mengelola sektor pertanian menggunakan sistem pengairan modern dan penerapan teknologi Revolusi Industri 4.0, sehingga kelapa Indonesia menjadi produk yang kompetitif di pasar dunia.
Sebagai seseorang yang tumbuh dari latar belakang keluarga petani di desa, Anto mengaku prihatin karena profesi petani masih sering dipandang sebelah mata. Ia meyakini, jika dana desa dan koperasi dikelola dengan baik serta ada pendampingan penggunaan teknologi modern dan penyediaan bibit unggul hibrida, dalam waktu lima tahun bisa terjadi perubahan signifikan dalam produktivitas panen dan pendapatan petani.
Anto mengingatkan, jika para petani masih bertahan dengan cara-cara lama, maka Indonesia akan tertinggal jauh, padahal permintaan kelapa muda maupun kelapa tua terus meningkat, baik untuk industri pengolahan maupun konsumsi rumah tangga.
Untuk itu, ia mendorong pemerintah desa, kota, hingga pusat agar menjadikan peningkatan produktivitas kelapa sebagai langkah prioritas dan strategis nasional. Pemerintah harus berperan aktif secara nyata agar petani kelapa di seluruh pelosok desa dapat merasakan dampak positif secara langsung.
Menurut Anto, solusi untuk mengangkat sektor pertanian kelapa sebenarnya tidak sulit. Dengan komitmen, pendampingan berkelanjutan, dan sistem kerja yang terukur, para petani bisa naik kelas menjadi pelaku UMKM yang berdaya saing di tingkat nasional maupun internasional.
Di sela-sela perbincangan santainya sambil menikmati kopi sore dan roti kukus UMKM di kawasan Arkara, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Anto menegaskan bahwa jangan sampai dalam bidang ketahanan pangan, Indonesia hanya menjadi kuli di negeri sendiri akibat ketertinggalan inovasi di sektor pertanian.
Ia juga mendorong agar perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Petani Kelapa lebih diarahkan kepada petani yang sudah bankable, tercatat, tersistem, dan dikelola secara profesional, sehingga tercipta petani milenial masa depan yang modern dan mandiri. (**)
0 Komentar